Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
8.
Antri Memasuki Gedung Putih
Hari
ini, Selasa 4 Juli 2000, adalah hari ulang tahun Amerika
(Independence Day) ke 224. Kami merencanakan untuk mengunjungi
Gedung Putih (The White House) pagi itu bersama-sama dengan
keluarga Mas Supeno. Lalu siangnya jalan-jalan di ibukota
Washington DC, yang biasanya cukup disebut DC saja (singkatan
dari District of Columbia), barangkali untuk membedakannya dengan
negara bagian Washington yang ada di ujung barat laut Amerika.
Dari
informasi yang telah saya kumpulkan sebelumnya, hari ini Gedung
Putih akan buka sebagaimana biasanya. Hanya saja khusus hari ini
tidak diperlukan pengambilan tanda masuk terlebih dahulu,
melainkan diterapkan sistem first come, first serve
(dulu-duluan datang), langsung ke pintu samping timur Gedung
Putih.
Sepanjang tahun
Gedung Putih memang terbuka untuk umum dan boleh dikunjungi oleh
siapa saja, dari hari Selasa hingga Sabtu, sedang hari Minggu dan
Senin tutup. Benar-benar untuk umum karena tanda masuk dapat
diperoleh dengan gratis. Tentu ada tata tertib yang harus
dipatuhi. Biasanya pengambilan tanda masuk dibuka antara jam
10:00 hingga jam 12:00 siang.
Menjelang jam
10:00 pagi kami berangkat dari Wheaton menuju jantung kota
Washington DC yang hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit.
Barangkali karena Selasa ini hari libur nasional, sehingga
lalulintas relatif cukup lancar. Akan tetapi justru di sekitar
Gedung Putih menjadi ramai karena ternyata sudah banyak wisatawan
yang lebih dahulu berada di sana.
Setelah
putar-putar kesulitan mencari tempat parkir di dekat Gedung
Putih, akhirnya memperoleh tempat parkir yang agak jauh. Perlu 15
menit lagi untuk berjalan kaki menuju Gedung Putih. Itupun dengan
berjalan kaki agak cepat karena khawatir keburu pintu masuk
Gedung Putih tutup lebih awal mengingat banyaknya pengunjung.
Tiba di Jalan
Pennsylvania Avenue 1600 dimana Gedung Putih berada , ternyata
antrian panjang sudah melingkar di sana. Kepalang sudah datang
jauh-jauh dan memang salah satu tujuannya adalah untuk
mengunjungi sebuah gedung sangat terkenal yang memang bercat
putih ini, maka kami pun menyambung di ekor antrian. Saya
perkirakan panjang antrian di depannya sudah lebih lima ratus
meter. Saat itu sudah menjelang jam 11:00 siang. Dugaan saya
sebelumnya benar, sekitar jam 11:30 antrian sudah di putus oleh
petugas. Pengunjung sudah tidak diperkenankan lagi menyambung di
ekor antrian.
Antrian bergerak
cukup cepat, hingga hanya sekitar setengah jam kami sudah sampai
di pintu gerbang pemeriksaan seperti kalau mau masuk ke bandara.
Seperti biasa, perlengkapan fotografi tidak diperkenankan untuk
digunakan selama berada di dalam gedung, tapi tetap boleh dibawa
masuk. Hampir di setiap sudut bangunan berdiri petugas penjaga
yang berpenampilan cukup bersahabat dan bahkan siap menjawab
dengan ramah setiap pertanyaan pengunjung (saya tidak menyebutnya
petugas keamanan karena biasanya yang saya sebut terakhir ini
cenderung berpenampilan angker dan digalak-galakkan).
Meskipun
demikian toh petugas penjaga ini tetap berlaku tegas. Ini
tampak ketika ada seorang pengunjung yang entah sengaja entah
tidak, duduk di sebuah kursi di ruang pertemuan kenegaraan yang
disebut Red Room (karena memang warna merah mendominasi dekorasi
ruangan tersebut) yang jelas-jelas ada tertulis larangan untuk
mendudukinya.
Ketika
ditegur, ternyata sang pengunjung yang kelihatannya pendatang
dari Asia ini malah cengengesan bersama teman-teman rombongannya
dan tidak sedikitpun menunjukkan sikapnya bahwa dia telah
melakukan hal yang salah. Merasa tegurannya tidak diindahkan,
maka langsung saja pengunjung nekad ini digandeng dengan cara
yang sopan (baca : tidak kasar) oleh sang petugas penjaga dan
dibawa keluar. Tidak diapa-apakan, cuma diperingatkan dan setelah
itu disuruh menunggu di luar.
***
Sejak lebih 200
tahun yang lalu, Gedung Putih (the White House) berdiri sebagai
simbol kepresidenan, simbol pemerintah Amerika Serikat dan simbol
bagi rakyat Amerika. Peletakan batu pertama pembangunan gedung
ini dilakukan oleh presiden pertama Amerika, George Washington,
pada bulan Oktober 1792. Tetapi justru George Washington sendiri
tidak pernah menempati gedung ini.
Baru pada tahun
1800, presiden kedua, John Adams menempati gedung baru ini untuk
yang pertama kali. Gedung baru ini selanjutnya menjadi tempat
kediaman resmi presiden Amerika, dan sejak itu pula setiap
Presiden Amerika melakukan perubahan dan penambahan atas Gedung
Putih sesuai dengan selera, kebutuhan dan tuntutan perkembangan
bangsa Amerika.
Gedung Putih yang
bertingkat tiga ini ternyata mempunyai sejarah yang unik.
Berhasil dibangun kembali pada tahun 1817 setelah dibakar bangsa
Inggris tahun 1814. Kebakaran terjadi lagi di Sayap Barat tahun
1929 setelah sebelumnya dilakukan pelebaran Ruang Santap Malam
dan penambahan ruangan untuk staff kepresidenan. Setiap presiden
bebas mengekspresikan sentuhan pribadinya dalam mendekorasi
ruangan-ruangan Gedung Putih, dan juga dalam cara mereka menerima
kehadiran masyarakatnya yang ingin sowan ke Gedung Putih.
Thomas Jefferson
(presiden ketiga) mengadakan open house pertama kali tahun
1805. Setiap warga yang hadir dapat dengan bebas memasuki tempat
kediamannya hingga ke Ruang Biru (Blue Room), dan sejak saat itu
Gedung Putih terbuka untuk dikunjungi masyarakat umum. Hingga
pada setiap acara resepsi tahunan Tahun Baru dan Ulang Tahun
Kemerdekaan 4 Juli, gedung ini sangat ramai dipadati pengunjung.
Andrew Jackson (presiden ke-7) pernah kabur demi alasan keamanan
akibat membludaknya pengunjung acara inagurasi di Gedung Putih.
Saat inagurasi
Abraham Lincoln (presiden ke-16), Gedung Putih semakin tidak
mampu menampung pengunjung. Baru sejak open house yang
digelar Bill Clinton (presiden ke-42) pada 21 Januari 1993,
tradisi inagurasi Gedung Putih diubah. Hanya dua ribu warga yang
diterima di Ruang Resepsi melalui sebuah undian.
Memasuki Gedung
Putih melalui pintu timur yang disebut East Executive Avenue,
setelah melewati ruang pemeriksaan, maka akan langsung menuju ke
koridor lantai paling bawah. Tampak dari lorong ini halaman dan
taman yang tentunya mempunyai kisahnya sendiri, diantaranya
tanaman magnolia yang ditanam Andrew Jackson, lalu Taman
Jacqueline Kennedy di sebelah timur dan Taman Rose di sebelah
barat.
Halaman Gedung
Putih ini ternyata dirawat mengikuti tradisi klasik yang dibuat
oleh sebuah biro jasa arsitektur lanskap tahun 1935. Di sepanjang
koridor ini bergantung foto-foto para presiden dan ibu negara.
Juga dapat disaksikan berbagai contoh piring dan perlengkapan
makan yang pernah digunakan oleh presiden sebelumnya dalam
menjamu para tamu.
Kemudian kami
sampai ke Ruang Perpustakaan sebelum naik ke tingkat yang pertama
yang disebut State Floor. Di seberang tangga nampak beberapa
ruang khusus yang hanya boleh dilihat melalui pintu, yaitu
Vermeil Room dan China Room, juga Diplomatic Reception Room.
Ruang pertama di lantai satu adalah East Room yang merupakan
ruangan terbesar di Gedung Putih yang biasanya digunakan untuk
resepsi, acara perayaan, konferensi pers, dsb.
Selanjutnya
memasuki Green Room yang furniturnya dibuat di New York tahun
1810, dindingnya ditutup kain sutera hijau, meja makannya
dilapisi marmer Italia yang dibeli tahun 1818. Ruangan ini
digunakan oleh Thomas Jefferson sebagai ruang santap malam. Ceret
kopi milik John Adams ada di sini, juga tempat lilin dari
Perancis milik James Madison (presiden ke-4).
Kemudian kami
memasuki ke Blue Room yang berbentuk oval yang sering digunakan
untuk menerima tamu. James Monroe (presiden ke-5) melengkapi
ruangan ini setelah kebakaran tahun 1814, termasuk tujuh kursi
dan satu sofa buatan Perancis. Di tempat ini tergantung foto-foto
dari John Adams, Thomas Jefferson, James Monroe dan John Tyler
(presiden ke-10). Warna biru pertama kali digunakan selama
pemerintahan Martin Van Buren (presiden ke-8) tahun 1837.
Dari Blue Room
lalu melewati Red Room yang merupakan ruangan favorit para ibu
negara mengadakan resepsi-resepsi kecil, sebelum masuk ke ruangan
besar State Dining Room di ujung paling barat. Ruangan khusus
untuk acara makan malam dan makan siang yang terakhir direnovasi
tahun 1902 ini mampu menampung 130 orang tamu. Dari ruangan ini
selanjutnya pengunjung keluar melalui pintu sebelah timur laut.
Tingkat dua dan
tiga adalah tempat kediaman presiden dan keluarganya, serta ruang
kerja tempat para presiden Amerika mengendalikan pemerintahannya.
Sudah barang tentu tidak boleh dilongok oleh para pengunjung,
apalagi dimasuki. Selain menyaksikan ruang-ruang utama yang
secara umum mengekspresikan kesan klasik, artistik dan anggun,
juga dapat dijumpai berbagai dekorasi karya seni dan benda-benda
kenangan lainnya.
Sekitar satu jam
diperlukan untuk menikmati salah satu kebanggaan rakyat Amerika
ini. Kebanggaan yang sama dirasakan oleh setiap pengunjung yang
sempat menyaksikan secara langsung seperti apa Gedung Putih itu.
Masyarakat Amerika juga bangga, karena Gedung Putih yang memiliki
132 ruangan, 32 kamar mandi, 412 pintu, 147 jendela dan setiap
hari dikunjungi oleh sekiat 6.000 orang pengunjung, kini menjadi
satu-satunya tempat kediaman presiden yang terbuka untuk
dikunjungi oleh masyarakat umum dengan tanpa dipungut bayaran.
Pertanyaan yang
kemudian melintas dipikiran saya adalah, apakah masyarakat Gunung
Kidul sana juga pernah merasakan kebanggaan yang sama terhadap
Istana Merdeka di jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta? Ah, yo
embuh
, wong ndak setiap orang boleh masuk
kesana
..- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
The
White House di jalan 1600 Pensylvania Avenue, Washington DC.
Di
luar pagar di depan Gedung Putih